Jumat, 08 Juli 2011

SEBENTUK CINTA TANPA TANDA JASA

   Menjelang shubuh, ia sudah bangun dan tidak pernah membiarkan rambutnya tegerai. Ia mulai membuat api dengan kayu  ,korek dan minyak tanah. Penat, kadang sepuluh tiupanpun belum tentu menghasilkan api. Tapi kesabaranlah yang akhirnya mengorbankan api yang bisa menghasilkan air matang, makanan2 dan sarapan buat kami.
Waktu itu aku malas banget untuk bangun, tapi ia tak marah apalagi membentakku, Ia hanya akan mengusap kepalaku dan berkata lirih" Seam, bangun waktunya sekolah. Cepat mandi , setelah itu sarapan ya....". Ia juga melakukan hal yang sama pada saudaraku.
peristiwa itu terjadi sudah lama sekali mungkin 20 tahunan yang lalu.
  Kami beda ayah namun satu ibu kandung.
hmm...yach,setelah ayah kakak2ku meninggalkan dunia ini,ibu menikah lagi dengan ayahku buah cinta mereka melahirkanku di muka bumi ini.
mereka begitu memanjakanku,dan aku termasuk anak yang bahagia sekaligus jadi bandel,karna kemanjaan tersebut.
Sebelumnya kami tinggal di bukit ibam,pahang malaysia,tempat tanah kelahiranku,karena ada permasalahan di antara keluarga ayah dan ibu yang tidak aku mengerti saat itu.
Ibu membawa kami ke pekanbaru riau Indonesia tempat tinggal nenek,ibu dari ibuku.Dan kamipun menetap di pekanbaru hingga sekarang.
   Dengan menggunakan sepeda roda dua tapi bukan sepeda motor, ibu mengantarkan kami sekolah. Sesampai di sekolah ia akan pandangi kami dengan mata syahdunya, seperti sebuah isyarat kalau kami haruslah patuh pada guru dan tak boleh nakal di kelas. Dan satu isyarat yang sampai sekarang selalu kami temukan dari mata tuanya adalah betapa besar rasa cintnya pada kami.
  Ayah kami pergi tanpa pesan dan tanpa ucapan cinta untuk kami. Sedih. Sedangkan kami punya cita2 setinggi langit yang mungkin akan kandas. Ibu terpaksa bekerja,jualan berupa makanan di pasar dan membuka warung kecil di depan rumah yang baru saja di beli ibu. tapi Alhamdulillah ibu bisa membiayai sekolah kami sampai menengah atas.
Tentang ayah....?????...yang kami tahu dia kembali ke pahang.
Tak pernah ada ekspresi jika orang lain menanyakan tentang ayah,kami tak tahu harus berbuat apa, sedangkan kami masih terlalu kecil untuk itu.
Kami pasrah, dengan yang telah terjadi. Ayah, seandainya kamu tahu; cinta kami tak pernah membencimu meskipun kau telah melukainya. Yah sebuah luka tanpa obat, sebuah luka yang lebih memar dari yang memar. Cinta kami hanya menginginkan kau kembali pada jalan cintaNya. Dan jangan kau teteskan air mata yang akhirnya akan menjadi bisa.


   Bunda,beribu-ribu ucapan terima kasihku,mungkin takkan cukup membalas kasih sayangmu. Dengan kesabaran dan kegigihanmu mencintai kami adalah sebuah pelajaran hidup yang takkan pernah kami lalaikan. Cinta kami untukmu cinta yang selalu mencintai...

Tidak ada komentar: